Pemerintahbisa saja bangga dengan pertumbuhan ekonomi indonesia yang selama 5 tahun terakhir bercokol diatas kisaran angka rata-rata 5% dan berita terakhir pertumbuhan ekonomi indonesia tercatat terbesar kedua di antara negara-negara angota G20 serentak pertanyaan dan interupsi berhamburan menghampiri menlu Marty
MenghadapiKrisis Ekonomi Akibat Pandemic COVID-19 Penduduk dunia diperkirakan mencapai 7,4 miliar jiwa dimana Indonesia menyumbang sebesar 255.182.144 juta jiwa atau sekitar 28,98% penduduk
Pemerintah Sri Lanka menyatakan bangkrut setelah gagal membayar utang luar negeri.. Dilansir dari Kompas.com, Kamis (14/4/2022), krisis yang terjadi di Sri Lanka bermula pada akhir Maret 2022 hingga warganya menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.. Pada 12 April 2022, Sri Lanka mengumumkan gagal bayar utang senilai 51 miliar dollar
Krisiskeuangan Asia adalah periode krisis keuangan yang menerpa hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat penularan keuangan.. Krisis ini bermula di Thailand (dikenal dengan nama krisis tom yum kung di Thailand; Thai: วิกฤตต้มยำกุ้ง) seiring jatuhnya nilai mata uang baht setelah pemerintah
Siklusekonomi mendapatkan perhatian yang penting dalam teori ekonomi makro, karena dampak-dampak yang ditimbulkannya . misalnya resesi ekonomi yang berkepanjangan akan menjerumuskan perekonomian ke keadaan depresi . Sebaliknya ekspansi yang berkepanjangan juga akan menyulut inflasi , kemandekan ekonomi m dan akhirnya juga resei .
FRby. Jakarta - Beberapa bulan belakangan ini, masyarakat ramai memperbincangkan keadaan ekonomi di beberapa negara karena adanya pandemi COVID-19. Beberapa negara di dunia rentan mengalami krisis ekonomi akibat yang terjadi secara global menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi menjadi macet, sehingga mudah terkena krisis itu krisis ekonomi, penyebab, dan dampaknya bagi negara?Krisis ekonomi adalah istilah yang digunakan pada bidang ekonomi, mengacu pada penurunan drastis di dalam perekonomian suatu BusinessDictionary, definisi krisis ekonomi adalah "A situation in which the economy of a country experiences a sudden downturn brought on by a financial crisis." Artinya yaitu situasi di mana perekonomian suatu negara mengalami penurunan mendadak yang diakibatkan oleh krisis ekonomi yang terjadi secara cepat ini mengarah pada turunnya nilai tukar mata uang dan harga kebutuhan pokok yang semakin tinggi. Fundamental ekonomi yang rapuh, juga tercermin dari laju inflasi yang umum, negara yang menghadapi keadaan ini akan mengalami beberapa antaranya mengalami penurunan kemampuan belanja pemerintah, jumlah pengangguran melebihi 50% dari jumlah tenaga kerja, penurunan konsumsi, kenaikan harga bahan pokok yang tidak terbendung, penurunan nilai tukar yang tajam dan tidak terkontrol, penurunan PDB Produk Domestik Bruto, harga properti, dan saham anjlok, dan lain ini dapat dikategorikan sebagai krisis ekonomi jika berlangsung dalam waktu yang lama. Bisa dalam hitungan tahun, bahkan hingga beberapa ini sangat mengerikan. Pasalnya, banyak sekali pihak yang dirugikan jika terjadi krisis ekonomi di suatu jangka panjang, masyarakat bisa mengalami keresahan dan kekacauan sosial. Bahkan kondisi paling buruknya, negara bisa mengalami kejatuhan di bidang penegakan hukum dan Krisis EkonomiKrisis ekonomi dapat disebabkan karena berbagai hal. Merangkum dari berbagai sumber, berikut beberapa di antara penyebabnya1. HiperinflasiSaat negara mengalami inflasi, sudah seharusnya pemerintah berusaha mengatasinya dengan baik. Jika tidak, inflasi yang berlangsung terlalu lama akan merugikan rakyat serta sudah terlalu lama, keadaan ini akan berlanjut menjadi hiperinflasi. Biasanya ini terjadi saat pemerintah mencetak uang secara harga komoditas dan jasa akan naik secara bertahap. Lalu, pemerintah bisa kehilangan kendali atas kenaikan harga. Ketika pemerintah menaikkan suku bunga untuk mengelola percepatan inflasi, kondisi ini akhirnya mengarah pada Utang negara yang berlebihanPenyebab selanjutnya adalah karena terlalu banyak beban utang negara sehingga kesulitan membayarnya. Sama seperti perusahaan, ketika memiliki terlalu banyak utang dan tidak mampu membayar, maka dipastikan akan segera Jatuhnya Pasar SahamPasar saham bisa mengalami kejatuhan yang disebabkan karena hilangnya kepercayaan investor di pasar. Akibatnya, harga saham pun mengalami penurunan yang kehancuran pasar saham terjadi, maka akan tercipta pasar beruang. Ini terjadi jika harga turun hingga 20% atau lebih dari titik tertinggi untuk mencapai titik terendah ini dapat menguras modal kenaikan harga saham terjadi secara berkepanjangan, maka akan terjadi crash atau rasio perolehan harga melebihi rata-rata jangka itu, dapat terjadi penggunaan utang margin dalam jumlah berlebihan oleh para pelaku StagflasiStagflasi akan dirasakan suatu negara jika sudah mengalami tingkat inflasi yang tinggi sekaligus perekonomiannya tumbuh dengan ini akan membuat para pembuat kebijakan mengalami dilema untuk menetapkan langkah yang tepat. Namun, pemerintah tentu tidak tinggal kebijakan yang diambil untuk menekan angka inflasi bisa meninggikan tingkat pengangguran. Hal ini tentu akan menambah masalah baru secara ekonomi, sosial, maupun negara mengalami stagflasi, pengaruhnya bisa berlangsung hingga beberapa tahun hingga sekian halaman berikutnya Simak Video "Jokowi Tekanan Ekonomi Global Terhadap RI Telah Mereda" [GambasVideo 20detik]
Gulung tikar mungkin atau melakukan phk ke beberapa karyawan bisa juga dengan mengurangi barang yang diproduksi kepasaran untuk menghemat pengeluaran pabrik karena krisis ekonomi tersebutmaaf ya kalo salah sekedar membantu saja
La crise économique de 1929 causes de la crise et ses effets La crise boursière américaine éclate le 24 octobre 1929. Une tendance à la vente, et donc à la baisse des cours s’était déjà manifesté la veille, et d’une façon générale avec des hauts et des bas pendant tout le moi d’octobre, mais le 24 octobre, le jeudi noir » le mouvement devient massif. En quelques heures 12 894 650 titres sont jetés sur le marché et certaines valeurs ne trouvent de preneurs à aucun prix. D’abord, une intervention des principales banques parvient cependant à limiter la baisse. Pourtant, celle-ci reprend le lundi 28 octobre. Ce jour-là les cours baissent de près de 13%, – baisse d’une ampleur sans précédent mais moins importante que celle du 19 octobre 1987 où elle a atteint 22,4%. L’indice des valeurs industrielles du New York Times perd 49 points. Le 30 octobre 1929, le mouvement se poursuit et 16 millions de titres sont vendus, l’indice des valeurs industrielles perd 43 points. Tous les gains des douze mois précédents sont ainsi annulés. La baisse va se poursuivre jusqu’en 1932, le niveau atteint est alors inférieur à celui de 1921, quand les cours sont bas à cause de la crise de 1921. Le niveau correspond à la moitié de la valeur de l’indice de 1913. Comment la crise s’explique-t-elle? Au fait, les causes immédiates et directes ne peuvent être établies avec certitude. On invoque souvent la hausse du taux d’escompte en Grande-Bretagne qui aurait entraîné des départs de capitaux et donc une tendance à la vente, ou la faillite frauduleuse de Hatry en Grande-Bretagne qui aurait ébranlé la confiance du marché financier. Mais pour comprendre les causes plus profondes du retournement, il faut se pencher sur les évaluations économiques et boursières de la période de prospérité après la crise de 1921. Cette période se traduit par une hausse des profits des entreprises. Il est donc logique que les cours de la bourse de New York augmentent. Pourtant, on voit que cette hausse est absolument disproportionnée. Effectivement, entre 1921 et 1929 la hausse de la production industrielle a atteint environ 50%. Dans le même temps l’indice du cours des actions est multiplié par quatre et atteint 300% de hausse. Nul doute, cette hausse résulte d’un mouvement spéculatif. Cependant, cette période ne dure pas indéfiniment, l’économie financière décrochant de plus en plus de l’économie réelle. La hausse des profits ne suit plus la hausse des cours et le rendement baisse. Ainsi, par exemple, la General Motors voit son cours passer de 18 à 92 dollars, mais malgré une hausse des bénéfices, le dividende tombe de 13% à 6%. Dans le cas de la General Electric, le cours passe de 80 à 403 dollars et le dividende de 7 à 2%. On voit que la situation économique mondiale commence à se dégrader en 1929. Aux États-Unis, la construction de villas de luxe s’est ralentie dès le printemps 1929. La production d’automobiles, après avoir atteint un maximum en mars 1929, est retombée en septembre de 622 000 à 416 000. L’indice de la production industrielle est à la baisse depuis son maximum en juin. Dans ce contexte, un retournement du marché est logique et les mécanismes spéculatifs qui ont entraîné la forte hausse expliquent l’importance de la baisse. Tout cela entraîne une réaction en chaîne qui se prolonge car la dépression économique entraîne la poursuite du mouvement. Finalement, la crise boursière se traduit par une accentuation de la baisse de la production industrielle qui commence dès novembre 1929. Pour en apprendre plus La crise économique mondiale éclate Jardin de la Croix. Crédit photo
Krisis ekonomi akibat pandemi Apa yang membuat Indonesia mampu bertahan? English Jul min read Kembali gelar Asian Insights Conference, Bank DBS Indonesia akan berbagi pandangan terkait kondisi perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19 Indonesia, 15 Jul 2020 - Sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang patut diperhitungkan di ASEAN, Indonesia mampu bertahan di tengah krisis ekonomi akibat Covid-19. Sebagai institusi perbankan yang senantiasa aktif memberikan wawasan komprehensif terkait ekonomi dan politik Indonesia, Bank DBS Indonesia kembali menyelenggarakan DBS Asian Insights Conference pada 16 Juli 2020 dengan tema Navigating a brave new world’.Menjelang DBS Asian Insights Conference 2020 tersebut, Bank DBS Indonesia menyelenggarakan DBS Insights for Business Leaders, di mana Bank DBS Indonesia mengamati, menganalisis, dan menyajikan pandangan para pakar seputar kondisi ekonomi terkini. Pada sesi yang bertajuk Economies in Transition Indonesia’, DBS Chief Economist, Taimur Baig berdiskusi dengan Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna untuk memaparkan pandangan mengenai kondisi ekonomi Indonesia di tengah adalah rangkuman terkait pembahasan kondisi ekonomi Indonesia di masa pandemiPerbandingan antara krisis akibat pandemi tahun 2020 dengan krisis pada tahun 1998Sebelum krisis global yang terjadi akibat Covid-19, Indonesia pernah mengalami kondisi serupa pada tahun 1998. Apabila dibandingkan dengan krisis 1998, ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dan sehat. Hal tersebut tercermin pada beberapa aspek termasuk peningkatan Produk Domestik Bruto PDB hingga lima kali lipat menjadi 1,1 triliun Dolar AS, dan peningkatan cadangan devisa sekitar tujuh kali lipat menjadi 129 miliar Dolar menjadi kekhawatiran, pinjaman luar negeri naik sebesar 3,1 kali lipat menjadi 404 miliar Dolar AS. Adapun, hal yang perlu di garis bawahi adalah rasio utang Indonesia terhadap PDB yang mengalami penurunan dari 57% menjadi 36%. Uniknya, tahun 1998 dan 2020 mencatat depresiasi Rupiah yang serupa yaitu sekitar sampai Hal yang berbeda di tahun 2020 adalah tingkat depresiasi sebesar 16%, dari 500% di tahun Sutisna mengungkapkan bahwa perbedaan yang paling berarti terasa dari segi kestabilan politik, “Berbeda dengan situasi politik tahun 1998 yang sangat tidak stabil, kondisi saat ini jauh lebih stabil di mana Presiden Jokowi memasuki periode kedua. Selain itu, pemerintahan Jokowi juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus yang ditargetkan untuk mengurangi kemiskinan.”Berbeda dengan masyarakat di tahun 1998 yang belum berbekal jaminan sosial, masyarakat kini memiliki program jaminan sosial atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan yang memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan pengobatan gratis. Dalam upaya meminimalisir dampak Covid-19, pemerintah meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN sebesar 27 miliar Dolar AS untuk pembiayaan pelayanan kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini jauh lebih stabil, Taimur melihat bahwa kebijakan pemerintahan Jokowi turut memberikan dampak signifikan, “Berbagai stimulus yang diberlakukan dengan fokus utama pada penyediaan layanan bagi penduduk miskin seyogyanya membantu menjaga stabilitas ekonomi.”Upaya menangkap peluang di tengah pandemi Covid-19Kendati ekonomi Indonesia mengalami krisis akibat Covid-19, Bank DBS Indonesia melihat potensi ekonomi digital mampu mendorong pemulihan ekonomi nasional. Sebagai salah satu negara dengan partisipasi media sosial tertinggi, Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat selama satu dekade terakhir, di mana Indonesia sudah memiliki enam unicorn yaitu Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, OVO, dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB di tengah pandemi yang diterapkan pemerintah, sektor logistik merasakan dampak positif, mengingat masyarakat cenderung menghabiskan pengeluaran di e-commerce untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagai salah satu pelopor perbankan digital di Indonesia, digibank by DBS juga mengamati adanya peningkatan popularitas dan ketergantungan masyarakat pada e-commerce di masa pandemi.“Kami beruntung karena sudah berbekal infrastruktur teknologi yang mumpuni saat pandemi berlangsung. Dalam kaitannya dengan digibank by DBS, kami melihat penerimaan masyarakat yang jauh lebih baik di masa pandemi ini. Kondisi saat ini menjadi daya tarik yang kuat dalam menghadirkan nasabah baru, yang mulai beralih dari transaksi di kantor cabang menjadi transaksi pada telepon genggam. Dengan penambahan fitur-fitur pada aplikasi, digibank by DBS mampu memenuhi kebutuhan nasabah yang kian meningkat dan cepat berubah,” ujar sisi korporasi, kebijakan kerja dari rumah WFH turut mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kanal digital seperti IDEAL dari Bank DBS Indonesia, yang juga mengalami pertumbuhan di tengah pandemi Covid-19. “Menjadikan keselamatan karyawan sebagai prioritas utama, 62% karyawan Bank DBS Indonesia sudah dapat bekerja dari rumah. Transformasi tersebut memungkinkan karyawan yang sedang WFH untuk meminimalisir gangguan saat melayani nasabah. Hal ini merupakan realita pada masa Covid-19; dulu segala sesuatu memakan waktu lebih lama untuk diimplementasikan terlebih dalam hal digital, sekarang terjadi dan bekerja. Ini adalah one way move, yang tidak akan kembali lagi ke metode old school,” tambah Paulus dan perekonomian Indonesia pasca-pandemi Covid-19Dikarenakan, infrastruktur kesehatan Indonesia mengalami banyak tantangan dan diprediksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih, dibanding negara-negara ASEAN lainnya dengan infrastruktur kesehatan yang lebih kuat dan solid. Beberapa studi memperkirakan kondisi kesehatan Indonesia dapat pulih pada bulan September hingga Oktober 2020.“Tidak seperti kondisi kesehatan, perekonomian Indonesia justru diperkirakan akan pulih lebih cepat. Hal tersebut memungkinkan karena Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki permintaan domestik yang kuat,” jelas Paulus. Secara historis, rata-rata rasio ekspor terhadap PDB Indonesia adalah sebesar 20% hingga 25%. Pada situasi normal, Indonesia tertinggal dari negara lain yang memiliki persentase yang lebih dengan Paulus, Taimur menambahkan, “Di tengah pandemi ini, negara seperti Indonesia justru mendapatkan keuntungan. Berbekal permintaan domestik yang kuat, Indonesia tidak perlu terlalu fokus terhadap ekspor dan dapat lebih fokus pada pengeluaran pemerintah yang dapat mendorong perekonomian Indonesia.” Dengan kata lain, kondisi saat ini membuat perekonomian beberapa negara yang awalnya tumbuh lebih cepat dari Indonesia kini menjadi lesu ketika permintaan eksternal melemah. Sebaliknya, negara-negara seperti Indonesia yang bergantung pada permintaan domestik berpotensi untuk bertahan lebih pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan global secara dramatis yang nyatanya melumpuhkan roda perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Memasuki era new normal, kini saatnya masyarakat kembali menata kehidupan dan mulai memperbaiki kerugian akibat acara DBS Asian Insights Conference 2020, Bank DBS Indonesia mengumpulkan para pakar dari Pemerintahan seperti Bapak Bahlil Lahadalia; Kepala BKMPM RI, Bapak Ridwan Kamil; Gubernur Jawa Barat dan pakar ekonomi serta para ahli di bidang keberlanjutan untuk berbagi pandangan terkait tidak hanya pemulihan kondisi ekonomi Indonesia namun juga kondisi lingkungan atau keberlanjutan di Indonesia, serta langkah-langkah yang dapat dilakukan ke depan. Dilaksanakan secara virtual, konferensi tahunan ini memiliki dua topik utama, yaitu “Economy and Politics Recovery from COVID19 - What’s Next?” dan “Fixing a Fragile World Anticipating the Next Black Swan?”.[END]Tentang DBSDBS adalah grup jasa keuangan terkemuka di Asia, dengan kehadiran di 18 pasar, berkantor pusat dan terdaftar di Singapura, DBS berada dalam tiga sumbu pertumbuhan utama Asia Cina, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Peringkat kredit "AA-" dan "Aa1" bank DBS termasuk yang tertinggi di dikenal dengan kepemimpinan globalnya, dan telah dinobatkan sebagai “World’s Best Bank” oleh Euromoney, “Global Bank of the Year” oleh The Banker dan “Best Bank in the World” oleh Global Finance. Bank DBS berada di garis terdepan dalam memanfaatkan teknologi digital untuk membentuk masa depan perbankan, yang diberi nama “World’s Best Digital Bank” oleh Euromoney. Selain itu, DBS telah mendapatkan penghargaan “Safest Bank in Asia” dari Global Finance selama sebelas tahun berturut-turut sejak 2009 hingga menyediakan berbagai layanan lengkap untuk nasabah, SME dan juga perbankan perusahaan. Sebagai bank yang lahir dan dibesarkan di Asia, DBS memahami seluk-beluk berbisnis di pasar paling dinamis di kawasan. DBS bertekad membangun hubungan langgeng dengan nasabah, dan berdampak positif terhadap masyarakat melalui dukungan perusahaan sosial dengan cara bank-bank Asia. DBS juga telah mendirikan yayasan dengan total dana senilai SGD 50 juta untuk memperkuat upaya tanggung jawab sosial perusahaan di Singapura dan di seluruh jaringan operasional ekstensif di Asia dan menitikberatkan pada keterlibatan dan pemberdayaan stafnya, DBS menyajikan peluang karir yang menarik. Bank DBS mengakui gairah, tekad, dan semangat karyawannya, yang mewakili lebih dari 40 kebangsaan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi
Eva Noor, CEO PT Xynexis International Menjalankan bisnis di tengah situasi pandemi Covid-19 adalah tantangan tersendiri. Selain pembatasan sosial yang membuat masyarakat tak leluasa beraktivitas, banyaknya pemutusan hubungan kerja atau PHK hingga menurunnya daya beli masyarakat. Sebagai pelaku usaha, diperlukan beberapa langkah untuk dapat bertahan. Salah satunya adalah dengan melakukan skema perubahan pada pengaturan arus keuangan perusahaan serta berbagai inovasi perlu dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan bisnis agar berkelanjutan. Pandemi ini menuntut semua orang untuk cepat menyesuaikan diri dengan pola kerja baru. Beberapa contohnya yaitu para pekerja harus mengubah kegiatannya menjadi Work From Home WFH, mahasiswa dan anak sekolah pun harus belajar secara online. Walaupun banyak kegiatan yang tidak dapat berjalan seperti biasanya, namun kita harus tetap optimistis untuk mengambil peluang usaha yang masih bisa dilakukan. Eva Noor, CEO PT Xynexis International, yang bergerak dalam bisnis cyber security, mengutarakan berbagai tips dan trik dalam langkah menyiasati bisnis di masa sulit akibat situasi pandemi Covid-19. Menurutnya, Covid-19 akan membawa perubahan dalam bisnis ke depan. Hal itu terutama dalam perilaku konsumen dan konsumsi. Oleh karena itu, pentingnya identifikasi perilaku konsumsi dan konsumen, karena merebaknya virus Corona baru yaitu Sars-CoV-2 yang sebabkan Covid-19 memengaruhi industri dan sektor usaha. Pandemi virus Covid-19 tidak hanya mengancam sektor kesehatan, namun juga mengancam krisis ekonomi global. Berdasarkan data dari World Economic Outlook April 2020, IMF memprediksikan perekonomian dunia akan merosot hingga ke minus 3% hingga akhir tahun 2020. Namun, bila pandemi in berakhir pada paruh kedua tahun 2020 dan aktivitas ekonomi kembali normal, maka ekonomi Indonesia diprediksi bisa tumbuh hingga 8,2%, sementara perekonomian dunia akan tumbuh hingga 5,8%. Situasi bisnis saat ini, menurut Eva, dianalogikan seperti kapal-kapal di laut yang sedang menggalami turbulensi atau guncangan karena cuaca buruk. Tidak pandang bulu apa itu ukuran kapal besar, menengah atau kecil dan jenisnya semua berdampak. Sekarang pertanyaannya siapa yang bisa bertahan dan keluar dari turbulensi atau guncangan itu? Yang jelas, prioritas utama adalah usaha menyelamatkan isi kapal karyawan, nasabah, dan lainnya. Lalu, kapal harus dipastikan tidak dalam keadaan bocor secara internal kuat dan serta dibutuhkan kelihaian nakhoda kapal dalam memimpin dan mengendalikan kapal tersebut, hingga bisa keluar dari guncangan dengan selamat dan mencapai tujuan. “Wabah Covid-19 adalah tragedi kesehatan manusia dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Guncangan ekonomi membuat bisnis di berbagai sektor di negara ini terpukul keras dan mendatangkan malapetaka pada kegiatan ekonomi nasional,”ujar Eva dalam keterangan tertulisnya di Jakarta 2/6/2020. Analogi agar kapal atau perahu tidak bocor dan tenggelam saat mengalami turbulensi adalah contoh bagaimana seorang leader harus membuat prioritas-prioritas yang mengutamakan keselamatan tim, pelanggan dan pemangku kepentingan. Pemimpin harus memastikan sistem di perusahaan bisa berfungsi dengan baik,dengan memeriksa status keuangan secara menyeluruh, membuat strategi baru yang lebih fleksible dan berkomunikasi terus menerus dengan tim untuk bisa bekerja sama keluar dari badai dan guncangan . “Seperti yang diutarakan di atas bahwa prioritas pertama seorang leader adalah keselamatan karyawan, nasabah atau klien serta para stakeholder,” kata Eva menambahkan. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk nasabah antara lain komunikasi secara berkala dengan memberikan informasi yang transparan, otentik, mengedukasi, dan memberi kepastian dari jasa yang kita berikan dengan kualitas terbaik seperti sebelumnya adalah proses yang harus dilakukan. Untuk internal usaha, hal terpenting adalah hope & positivity. Memberi harapan bukan berarti menjanjikan sesuatu yang kita tidak ketahui kepastian hasilnya, tetapi dengan berkomunikasi secara transparan tentang situasi internal serta mendorong karyawan dengan positif untuk hand in hand melalui krisis Covid-19 ini. Karena kekuatan team work menjadi kunci keluar dari krisis dan berkembang cepat. Bagi Eva, seorang entrepreneur dituntut harus panjang akal. Dia pernah mengalaminya dan belajar banyak sekali dari tahun 2008. “Jadi pebisnis itu harus panjang akal, setiap hari harus problem solving mode istilahnya. Buat inovasi-inovasi yang banyak, jangan tunggu lagi tetapi langsung coba. Jika tidak berhasil, coba lagi yang lain, terus begitu sampai berhasil. Pada situasi krisis seperti ini, cara berfikir kita juga harus fleksibel dan responsif dalam setiap perubahan, karena kita tidak pernah tahu dan tidak bisa mengontrol tantangan dari eksternal,” papar Eva. Menurut Eva, yang bisa dikontrol adalah cara berfikir. Bagaimana cara kita mencari solusi, cara kita melakukan hal-hal yang bisa keluar darI krisis tersebut. "Seseorang yang ingin meraih keberhasilan harus gigih, berdaya juang tinggi, dan tak mudah patah arang “Never give up and work relentless,”ujarnya. Selama berbisnis, Eva pernah mengalami krisis ekonomi yang sifatnya eksternal di tahun 2008. Krisis ekonomi global yang terjadi pada 2008 sebenarnya bermula pada krisis ekonomi Amerika Serikat yang lalu menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dampak lainnya adalah banyak perusahaan yang mengurangi jumlah tenaga kerjanya dan banyak perusahaan yang harus tutup. Tahun 2008 krisis global yang berpengaruh ke ekonomi Indonesia membuat Eva, harus menutup satu dari dua perusahaannya. Butuh waktu 2 tahun untuk bisa bangkit lagi dan ketika semua orang menyerah, tahun 2010 dia buka satu perusahaan lagi dan semua berkembang sampai sekarang. "Kini tahun 2020 krisis kembali menghantam global karena Covid-19, dan krisis kali ini jauh lebih parah dari tahun 2008,” ungkap Eva. Lama recovery di masa depan dan setelah pandemi Covid-19 ini, tergantung dari jenis bisnisnya. Bisnis yang paling berdampak seperti bisnis hospitality dan industri pariwisata serta hiburan, mungkin butuh waktu 2 tahun untuk recovery dan memulainya kembali tergantung situasi pandemi yang ada. Karena tantangan terbesar adalah mengembalikan daya beli masyarakat dan ini butuh bantuan dan upaya pemerintah. Beberapa hal yang bisa dilakukan perusahaan agar recovery bisa cepat dan kembali berkembang lagi adalah meninjau kembali keselamatan karyawan dan pelanggan, cash flow dan revenue, optimalisasi biaya, strategi bisnis, bisnis proses, penerapan teknologi, komunikasi dan edukasi kepada karyawan dan pelanggan secara transparan. Semua hal tersebut harus ditinjau ulang dan lakukan banyak uji coba sampai bisa menemukan yang paling optimal. Jika sudah mencapai fase optimal waktunya meningkatkan skala bisnis, sehingga bisa keluar dari krisis dan lebih kuat lagi.
akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan banyak industri yang mengambil langkah